Minggu, 08 Januari 2012

Koperasi Sebagai Lembaga Perekonomian

Salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah Indonesia selama bertahun-tahun adalah memperkuat koperasi. Sejak tahun 1940-an. pendirian koperasi telah diatur dalam undangundang, direvisi, dan kemudian kembali dengan berbagai macam keputusan presiden dan aturan pemerintah. Sejak akhir tahun 1960-an, gagasan yang muncul adalah untuk membuat gerakan koperasi menjadi sebuah instrumen penting dalam pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.

Pada tahun 1970, pemerintah membentuk organisasi desa baru yang kemudian dikenal dengan nama Badan Usaha Unit Desa (BUUD), yang bertugas menangani pengolahan dan pemasaran path, serta distribusi input. Program BIMAS baru yang dijalankan oleh BUUD dengan instruksi membeli padi dari petani dengan harga rendah menghilangkan kepercayaan petani terhadap program B1MAS, yang dianggap lebih memperhatikan kepentingan konsumen daripada kepentingan petani selaku produsen.

Pada tahun 1978, KUD disahkan secara resmi oleh pemerintah dan berhak menerima bantuan. Fungsi utama BUUD/KUD adalah memberikan kredit dan input pertanian kepada petani, serta mengumpulkan padi ketika panen tiba yang bekerja sama dengan BULOG. Sampai sejauh itu, terjadi peningkatan jumlah kredit yang disalurkan, serta penjualan pupuk dan pestisida. Pada tahun 1980, BULOG meningkatkan peranan KUD dengan mendirikan penggilingan padi yang dilengkapi dengan alat pengering otomatis, lantai pengeringan, serta gudang pupuk dan padi. Dalam perkembangan selanjutnya, diharapkan KUD dapat menangani semua aktivitas ekonomi dan kebutuhan yang ada di pedesaan.

Koperasi resmi dipahami sebagai organisasi mandiri yang aktif secara ekonomis, yang tidak hanya terdiri dari jaringan yang terhubung secara horisontal, tetapi juga secara vertikal dengan organisasi hierarki. Upaya memperluas jangkauan kinerja koperasi ternyata belum diikuti dengan keanggotaannya. Jumlah petani yang menjadi anggota KUD masih relatif kecil. Lebih dari 17,1 juta keluarga terlibat dalam pertanian pangan, perikanan, dan peternakan, tetapi hanya 1,7 juta keluarga (10,1 %) yang menjadi anggota KUD. Di antara yang menjadi anggota ternyata tidak semua menerima layanan yang sama, bahkan sejumlah besar anggota tidak menerima layanan apa pun.

Fenomena menarik yang muncul adalah petani dengan level menengah (0,50 — 0,99 Ha) justru yang paling banyak menerima layanan KUD, yang meliputi pemberian input pertanian, bantuan selama masa tanam, dan pembelian basil panen. Pada tahun 1983, jumlah anggota yang ada lebih banyak menggunakan layanan pemberian input, sedangkan sebagian kecil lainnya menjual produknya ke KUD. Sebagian besar dari mereka lebih memilih untuk menjual produk ke pedagang swasta.

Manajemen KUD yang seringkali berada di tangan pedagang, pengusaha kecil, dan petani kaya menyebabkan kecilnya partisipasi petani. Kondisi ini juga mengakibatkan tidak berfungsinya KUD secara benar karena adanya mis-manajemen dan korupsi.

Ada kesenjangan yang lebar antara KUD dengan koperasi informal (organisasi yang melakukan aktivitas dalam bidang sosio-ekonomis, tetapi tidak mempunyai identitas atau struktur koperasi yang kadang-kadang juga diafiliasikan dengan NGO). Melalui Bukopin, pemerintah (departemen koperasi) berupaya membuat sebuah organisasi vertikal yang dapat menjangkau sampai ke level desa untuk berfungsi sebagai sistem pemberi kredit, jalur petnasaran untuk produk pertanian, dan sistem distribusi untuk barang-barang konsumsi.

Dalam MOA, direktur jendral tanaman pangan, peternakan, dan perikanan mempunyai layanan ekstensi sendiri sebagaimana lembaga departemen ekstensi, training, dan pendidikan pertanian (AAETE) yang bertugas mengembangkan teknologi ekstensi, memproduksi bahan-bahan ekstensi, mengatur pendidikan pertanian di sekolah, dan memberikan training untuk layanan. yang lain. Operasionalisasinya, tiap pusat ekstensi pedesaan (REC) terletak di kota kecamatan dengan pekerja level menengah (PPM), level lapangan (PPL), dan level kabupaten yang terdapat sejumlah spesialis (PPS). Karakteristik organisasi tersebut sangat tersentralisasi, yang dalam hal ini para pekerja lapangan diwajibkan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh pusat, serta memberikan paket yang sudah terstandarisasi kepada petani, yang meliputi keahlian teknis, input pertanian, dan kredit.

Layanan ekstensi MOA tersebut menggunakan sistem pelatihan dan kunjungan (T & V), yang dalam hal ini pekerja layanan ekstensi mengunjungi kelompok petani untuk menawarkan informasi, bimbingan, dan jasa tertentu secara reguler, serta membahas masalah lapangan, rekomendasi pertautan, dan keputusan untuk menerapkan inovasi ham melalui kontak tani dan pemimpin kelompok yang berfungsi sebagai motivator, fasilitator, edukator, kelompok pekerja, promotor, dan pendiri lembaga menyebarkan paket teknologi pertanian. yaitu panca usaha. Sistem T & V ini diperkenalkan pada tahun 1977 dan mempunyai peranan penting dalam upaya meningkatkan produksi beras.

Sebagaimana diisyaratkan dalam pembangunan ekonomi, khususnya sektor pertanian. pembinaan kelembagaan diarahkan untuk merangsang peran serta masyarakat petani dalam wadah kelompok tani atau koperasi. Beberapa lakta yang ada menunjukkan bahwa koperasi telah berkembang pesat dan cukup kuat, serta mampu menjalankan fungsi koperasi sebagai lembaga perekonomian andalan di pedesaan dan mampu menjadi koordinator informal bagi koperasi di sekitarnya, terutama dalam kegiatan agribisnis.

Saat ini, koperasi masih belum sepenuhnya mampu memanfaatkan kegiatan agribisnis dari hulu ke hilir, yang sesungguhnya mempunyai nilai tambah yang lebih besar. Oleh karena itu, pengembangan struktur kegiatan usaha koperasi pedesaan melalui KUD mandiri inti (KMI) dapat menjadi terobosan penting dalam jangka pendek dan menengah, dengan harapan KUD dapat berkembang pada pusat pertumbuhan agribisnis dan menjadi simpul jaringan usaha antarKUD.

Secara kualitatif, perkembangan koperasi di pedesaan masih dihadapkan pada berbagai tantangan, terutama dalam mengembangkan peranannya dalam menumbuh kembangkan potensi ekonomi rakyat. Optimasi peran ini merupakan jalan menuju profesionalisme dan konsekuensinya memerlukan kesiapan, baik sebagai pelaku langsung ekonomi rakyat maupun sebagai pusat pertumbuhan perekonomian rakyat.

Koperasi pedesaan sebagai pilar perekonomian rakyat pedesaan masih belum mendukung kegiatan usaha karena mekanismenya belum dikembangkan secara efisien sebagai akibat dart perangkat organisasi yang Mum sepenuhnya menjalankan perannya dengan baik. Sebagai pelaku ekonomi pedesaan, koperasi jugs belum memanfaatkan peluang kerja sama secara horisontal dan vertikal dengan sesama koperasi atau dengan BUMN dan swasta. Beberapa permasalahan dan kendala yang dihadapi koperasi saat ini berupa permasalahan internal (usaha yang belum layak, pemodalan kurang, penguasaan teknologi rendah, dan kurang tanggap terhadap berbagai perubahan) dan permasalahan eksternal (iklim usaha yang kurang kondusif, belum lancarnya koordinasi dan sinkronisasi dalam pembinaan. dan lain-lain).

Keberadaan koperasi di suatu wilayah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan aktivitas ekonomi secara keseluruhan, yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan penduduk jika mampu bergerak di bidang unit usaha unggulan dan potensial unggul yang diharapkan bertindak sebagai sektor pendorong kemajuan ekonomi wilayah. Dengan makin mudahnya akses terhadap modal dan teknologi pada era globalisasi ini. kekuatan persaingan lebih ditentukan oleh sumber daya manusia, selain tetap memperbaharui teknologi dan mengakses informasi sebanyak-banyaknya. Apabila dalam persaingan itu kekuatan antar pesaing seimbang maka iklim persaingan akan menguntungkan semua pihak. Berdasarkan hal tersebut, tampaknya membangun koperasi berdasarkan usaha yang kuat merupakan suatu kebutuhan. Pada masa-masa mendatang, kebijaksanaan ekonomi harus diutamakan pada pengembangan koperasi dengan cara kerja sama operasi, kerja sama/transfer manajemen, kerja sama/transfer teknologi, penyertaan modal, membangun usaha patungan, dan membangun informasi yang sistematis.

UU No. 25 Tabun 1992 tentang Perkoperasian menyatakan bahwa koperasi adalah badan usaha yang menyuarakan semangat debirokratisasi. Ditegaskan pula bahwa masyarakat bertanggung jawab penuh untuk melaksanakan koperasi, sementara pemerintah hanya membina dengan sedikit demi sedikit menghapuskan segala bentuk campur tangannya. Semangat debirokratisasi ini mencerminkan upaya yang serius dari pemerintah untuk memberdayakan koperasi yang berazaskan kekeluargaan secara mandiri.

Pustaka
Pengantar Ekonomi Pertanian Oleh Rita Hanafie

Sabtu, 07 Januari 2012

PASANG SURUT PERKEMBANGAN KOPERASI DI DUNIA DAN INDONESIA


Oleh : Noer Soetrisno

Latar Belakang

1. Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya. Di negara berkembang koperasi dirasa perlu dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan. Berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan/perlindungan yang diperlukan.



2. Pada saat ini dengan globalisasi dan runtuhnya perekonomian sosialis di Eropa Timur serta terbukanya Afrika, maka gerakan koperasi di dunia telah mencapai suatu status yang menyatu di seluruh dunia. Dimasa lalu jangkauan pertukaran pengalaman gerakan koperasi dibatasi oleh blok politik/ekonomi, sehingga orang berbicara koperasi sering dengan pengertian berbeda. Meskipun hingga tahun 1960-an konsep gerakan koperasi belum mendapat kesepakatan secara internasional, namun dengan lahirnya Revolusi ILO-127 tahun 1966 maka dasar pengembangan koperasi mulai digunakan dengan tekanan pada saat itu adalah memanfaatkan model koperasi sebagai wahana promosi kesejahteraan masyarakat, terutama kaum pekerja yang ketika itu kental dengan sebutan kaum buruh. Sehingga syarat yang ditekankan bagi keanggotaan koperasi adalah “Kemampuan untuk memanfaatkan jasa koperasi”. Dalam hal ini resolusi tersebut telah mendorong tumbuhnya program-program pengembangan koperasi yang lebih sistematis dan digalang secara internasional.



3. Pada akhir 1980-an koperasi dunia mulai gelisah dengan proses globalisasi dan liberalisasi ekonomi dimana-mana, sehingga berbagai langkah pengkajian ulang kekuatan koperasi dilakukan. Hingga tahun 1992 Kongres ICA di Tokyo melalui pidato Presiden ICA (Lars Marcus) masih melihat perlunya koperasi melihat pengalaman swasta, bahkan laporan Sven Akheberg menganjurkan agar koperasi mengikuti layaknya “private enterprise”. Namun dalam perdebatan Tokyo melahirkan kesepakatan untuk mendalami kembali semangat koperasi dan mencari kekuatan gerakan koperasi serta kembali kepada sebab di dirikannya koperasi. Sepuluh tahun kemudian Presiden ICA saat ini Roberto Barberini menyatakan koperasi harus hidup dalam suasana untuk mendapatkan perlakuan yang sama “equal treatment” sehingga apa yang dapat dikerjakan oleh perusahaan lain juga harus terbuka bagi koperasi (ICA, 2002). Koperasi kuat karena menganut “established for last”.



4. Pada tahun 1995 gerakan koperasi menyelenggarakan Kongres koperasi di Manchester Inggris dan melahirkan suatu landasan baru yang dinamakan International Cooperative Identity Statement (ICIS) yang menjadi dasar tentang pengertian prinsip dan nilai dasar koperasi untuk menjawab tantangan globalisasi. Patut dicatat satu hal bahwa kerisauan tentang globalisasi dan liberalisasi perdagangan di berbagai negara terjawab oleh gerakan koperasi dengan kembali pada jati diri, namun pengertian koperasi sebagai “enterprise” dicantumkan secara eksplisit. Dengan demikian mengakhiri perdebatan apakah koperasi lembaga bisnis atau lembaga “quasi-sosial”. Dan sejak itu semangat untuk mengembangkan koperasi terus menggelora di berbagai sistim ekonomi yang semula tertutup kini terbuka.

Catatan awal : “Dari sini dapat ditarik catatan bahwa koperasi berkembang dengan keterbukaan, sehingga liberalisasi perdagangan bukan musuh koperasi”.



5. Di kawasan Asia Pasifik hal serupa ini juga terjadi sehingga pada tahun 1990 diadakan Konferensi Pertama Para Menteri-Menteri yang bertanggung jawab dibidang koperasi di Sydney, Australia. Pertemuan ini adalah kejadian kali pertama untuk menjembatani aspirasi gerakan koperasi yang dimotori oleh ICA-Regional Office of The Asian dan Pacific dengan pemerintah. Pertemuan ini telah melicinkan jalan bagi komunikasi dua arah dan menjadi pertemuan regional yang reguler setelah Konferensi ke II di Jakarta pada tahun 1992. Pesan Jakarta yang terpenting adalah hubungan pemerintah dan gerakan koperasi terjadi karena kesamaan tujuan antara negara dan gerakan koperasi, namun harus diingat program bersama tidak harus mematikan inisiatif dan kemurnian koperasi. Pesan kedua adalah kerjasama antara koperasi dan swasta (secara khusus disebut penjualan saham kepada koperasi) boleh dilakukan sepanjang tidak menimbulkan erosi pada prinsip dan nilai dasar koperasi.

Pengalaman Koperasi Di Indonesia



6. Di Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh dorongan pemerintah, bahkan sejak pemerintahan penjajahan Belanda telah mulai diperkenalkan. Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan dasar yang kuat tersebut sejarah perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga pola pengembangan koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi “regulatory” dan “development” secara sekaligus (Shankar 2002). Ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu : (i) Program pembangunan secara sektoral seperti koperasi pertanian, koperasi desa, KUD; (ii) Lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya; dan (iii) Perusahaan baik milik negara maupun swasta dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat semestinya.



7. Selama ini “koperasi” di­kem­bangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer dan distribusi yang memberikan lapangan kerja terbesar ba­gi penduduk Indonesia. Sebagai contoh sebagian besar KUD sebagai koperasi program di sektor pertanian didukung dengan program pem­bangunan untuk membangun KUD. Disisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan pertanian untuk swasembada beras seperti yang se­lama PJP I, menjadi ciri yang menonjol dalam politik pem­bangunan koperasi. Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah bahkan bank pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan beras pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada penciptaan monopoli baru (cengkeh). Sehingga nasib koperasi harus memikul beban kegagalan program, sementara koperasi yang berswadaya praktis tersisihkan dari perhatian berbagai kalangan termasuk para peneliti dan media masa. Dalam pandangan pengamatan internasional Indonesia mengikuti lazimnya pemerintah di Asia yang melibatkan koperasi secara terbatas seperti disektor pertanian (Sharma, 1992).



Pengalaman Umum Kemajuan Koperasi : Mencari Determinan



8. Sejarah kelahiran koperasi di dunia yang melahirkan model-model keberhasilan umumnya berangkat dari tiga kutub besar, yaitu konsumen seperti di Inggris, kredit seperti yang terjadi di Perancis dan Belanda kemudian produsen yang berkembang pesat di daratan Amerika maupun di Eropa juga cukup maju. Namun ketika koperasi-koperasi tersebut akhirnya mencapai kemajuan dapat dijelaskan bahwa pendapatan anggota yang digambarkan oleh masyarakat pada umumnya telah melewati garis kemiskinan. Contoh pada saat Revolusi Industri pendapatan/anggota di Inggris sudah berada pada sekitar US$ 500,- atau di Denmark pada saat revolusi pendidikan dimulai pendapatan per kapita di Denmark berada pada kisaran US$ 350,-. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya dukungan belanja rumah tangga baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen mampu menunjang kelayakan bisnis perusahaan koperasi. Pada akhirnya penjumlahan keseluruhan transaksi para anggota harus menghasilkan suatu volume penjualan yang mampu mendapatkan penerimaan koperasi yang layak dimana hal ini ditentukan oleh rata-rata tingkat pendapatan atau skala kegiatan ekonomi anggota.

Syarat 1 : "Skala usaha koperasi harus layak secara ekonomi".



9. Didaratan Eropa koperasi tumbuh melalui koperasi kredit dan koperasi konsumen yang kuat hingga disegani oleh berbagai kekuatan. Bahkan 2 (dua) bank terbesar di Eropa milik koperasi yakni "Credit Agricole" di Perancis, RABO-Bank di Netherlands Nurinchukin bank di Jepang dan lain-lain. Disamping itu hampir di setiap negara menunjukkan adanya koperasi kredit yang kuat seperti Credit Union di Amerika Utara dan lain-lain. Kredit sebagai kebutuhan universal bagi umat manusia terlepas dari kedudukannya sebagai produsen maupun konsumen dan penerima penghasilan tetap atau bukan adalah "potensial customer-member" dari koperasi kredit.

Syarat 2 : "Harus memiliki cakupan kegiatan yang menjangkau kebutuhan masyarakat luas, kredit (simpan-pinjam) dapat menjadi platform dasar menumbuhkan koperasi".



10. Di manapun baik di negara berkembang maupun di negara maju kita selalu disuguhkan contoh koperasi yang berhasil, namun ada kesamaan universal yaitu koperasi peternak sapi perah dan koperasi produsen susu, selalu menjadi contoh sukses dimana-mana. Secara spesial terdapat contoh yang lain seperti produsen gandum di daratan Australia, produsen kedele di Amerika Utara dan Selatan hingga petani tebu di India yang menyamai kartel produsen. Keberhasilan universal koperasi produsen susu, baik besar maupun kecil, di negara maju dan berkembang nampaknya terletak pada keserasian struktur pasar dengan kehadiran koperasi, dengan demikian koperasi terbukti merupakan kerjasama pasar yang tangguh untuk menghadapi ketidakadilan pasar. Corak ketergantungan yang tinggi kegiatan produksi yang teratur dan kontinyu menjadikan hubungan antara anggota dan koperasi sangat kukuh.



Syarat 3 : "Posisi koperasi produsen yang menghadapi dilema bilateral monopoli menjadi akar memperkuat posisi tawar koperasi".



11. Di negara berkembang, termasuk Indonesia, transparansi struktural tidak berjalan seperti yang dialami oleh negara industri di Barat, upah buruh di pedesaan secara rill telah naik ketika pengangguran meluas sehingga terjadi Lompatan ke sektor jasa terutama sektor usaha mikro dan informal (Oshima, 1982). Oleh karena itu kita memiliki kelompok penyedia jasa terutama disektor perdagangan seperti warung dan pedagang pasar yang jumlahnya mencapai lebih dari 6 juta unit dan setiap hari memerlukan barang dagangan. Potensi sektor ini cukup besar, tetapi belum ada referensi dari pengalaman dunia. Koperasi yang berhasil di bidang ritel di dunia adalah sistem pengadaan dan distribusi barang terutama di negara-negara berkembang “user” atau anggotanya adalah para pedagang kecil sehingga model ini harus dikembangkan sendiri oleh negara berkembang.



12. Koperasi selain sebagai organisasi ekonomi juga merupakan organisasi pendidikan dan pada awalnya koperasi maju ditopang oleh tingkat pendidikan anggota yang memudahkan lahirnya kesadaran dan tanggung jawab bersama dalam sistem demokrasi dan tumbuhnya kontrol sosial yang menjadi syarat berlangsungnya pengawasan oleh anggota koperasi. Oleh karena itu kemajuan koperasi juga didasari oleh tingkat perkembangan pendidikan dari masyarakat dimana diperlukan koperasi. Pada saat ini masalah pendidikan bukan lagi hambatan karena rata-rata pendidikan penduduk dimana telah meningkat. Bahkan teknologi informasi telah turut mendidik masyarakat, meskipun juga ada dampak negatifnya.

Syarat 4 : “Pendidikan dan peningkatan teknologi menjadi kunci untuk meningkatkan kekuatan koperasi (pengembangan SDM)”.



Potret Koperasi Indonesia



13. Sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil. Satu catatan yang perlu di ingat reformasi yang ditandai dengan pencabutan Inpres 4/1984 tentang KUD telah melahirkan gairah masyarakat untuk mengorganisasi kegiatan ekonomi yang melalui koperasi.



14. Secara historis pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama, dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman ter­sebut. Jika semula ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha terutama KUD. Meskipun KUD harus berjuang untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi, namun sumbangan terbesar KUD adalah keberhasilan peningkatan produksi pertanian terutama pangan (Anne Both, 1990), disamping sumbangan dalam melahirkan kader wirausaha karena telah menikmati latihan dengan mengurus dan mengelola KUD (Revolusi penggilingan kecil dan wirausahawan pribumi di desa).



15. Jika melihat posisi koperasi pada hari ini sebenarnya masih cukup besar harapan kita kepada koperasi. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya justru didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55-60 persen dari keseluruhan aset koperasi. Sementara itu dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa sebesar 46% dari KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.



16. Mengenai jumlah koperasi yang meningkat dua kali lipat dalam waktu 3 tahun 1998 –2001, pada dasarnya tumbuh sebagai tanggapan terhadap dibukanya secara luas pendirian koperasi dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya Inpres 18/1998. Sehingga orang bebas mendirikan koperasi pada basis pengembangan dan pada saat ini sudah lebih dari 35 basis pengorganisasian koperasi. Kesulitannya pengorganisasian koperasi tidak lagi taat pada penjenisan koperasi sesuai prinsip dasar pendirian koperasi atau insentif terhadap koperasi. Keadaan ini menimbulkan kesulitan pada pengembangan aliansi bisnis maupun pengembangan usaha koperasi kearah penyatuan vertical maupun horizontal. Oleh karena itu jenjang pengorganisasian yang lebih tinggi harus mendorong kembalinya pola spesialisasi koperasi. Di dunia masih tetap mendasarkan tiga varian jenis koperasi yaitu konsumen, produsen dan kredit serta akhir-akhir ini berkembang jasa lainnya.



17. Struktur organisasi koperasi Indonesia mirip organisasi pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini telah menunjukkan kurang efektif nya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi. Untuk mengubah arah ini hanya mampu dilakukan bila penataan mulai diletakkan pada daerah otonom.



Koperasi Dalam Era Otonomi Daerah



18. Implementasi undang-undang otonomi daerah, akan mem­berikan dampak positif bagi koperasi dalam hal alokasi sum­ber daya alam dan pelayanan pembinaan lainnya. Namun kope­rasi akan semakin menghadapi masalah yang lebih intensif de­ngan pemerintah daerah dalam bentuk penempatan lokasi inves­tasi dan skala kegiatan koperasi . Karena azas efisiensi akan mendesak koperasi untuk membangun jaringan yang luas dan mungkin melampaui batas daerah otonom. Peranan advo­kasi oleh gerakan koperasi untuk memberikan orientasi kepa­da pemerintah di daerah semakin penting. Dengan demikian peranan pemerintah di tingkat propinsi yang diserahi tugas untuk pengembangan koperasi harus mampu menjalankan fung­si intermediasi semacam ini. Mungkin juga dalam hal lain yang berkaitan dengan pemanfaatan infrastruktur daerah yang semula menjadi kewenangan pusat.



19. Peranan pengembangan sistem lembaga keuangan koperasi di tingkat Kabupaten / Kota sebagai daerah otonom menjadi sangat penting. Lembaga keuangan koperasi yang kokoh di daerah otonom akan dapat menjangkau lapisan bawah dari ekonomi rakyat. Disamping itu juga akan mampu berperan menahan arus keluar sumber keuangan daerah. Berbagai studi menunjukan bahwa lembaga keuangan yang berbasis daerah akan lebih mampu menahan arus kapital keluar, sementara sistem perbankan yang sentralistik mendorong pengawasan modal dari secara tidak sehat.



20. Dukungan yang diperlukan bagi koperasi untuk mengha­dapi berbagai rasionalisasi adalah keberadaan lembaga jaminan kre­dit bagi koperasi dan usaha kecil di daerah. Dengan demi­kian kehadiran lembaga jaminan akan menjadi elemen terpenting untuk percepatan perkembangan koperasi di dae­rah. Lembaga jaminan kredit yang dapat dikembangkan Pemerintah Daerah dalam bentuk patungan dengan stockholder yang luas. Hal ini akan dapat mendesentralisasi pengem­bangan ekonomi rakyat dan dalam jangka panjang akan me­num­buhkan kemandirian daerah untuk mengarahkan aliran uang di masing-masing daerah. Dalam jangka menengah kope­rasi juga perlu memikirkan asuransi bagi para penabung.



21. Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi yang otonom, namun fokus bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kebutuhan yang tinggi seperti jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta pembelian bersama. Dengan otonomi selain peluang untuk memanfaatkan potensi setempat juga terdapat potensi benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah. Dalam hal ini konsolidasi potensi keuangan, pengem­bangan jaringan informasi serta pengembangan pusat inovasi dan teknologi merupakan kebutuhan pendukung untuk kuat­nya kehadiran koperasi. Pemerintah di daerah dapat mendo­rong pengem­bang­an lembaga penjamin kredit di daerah.



22. Pemusatan koperasi di bidang jasa keuangan sangat tepat untuk dilakukan pada tingkat kabupaten/kota atau “kabupaten dan kota” agar menjaga arus dana menjadi lebih seimbang dan memperhatikan kepentingan daerah (masyarakat setempat). Fungsi pusat koperasi jasa keuangan ini selain menjaga likuiditas juga dapat memainkan peran pengawasan dan perbaikan manajemen hingga pengembangan sistem asuransi tabungan yang dapat diintegrasikan dalam sistem asuransi secara nasional.


Penutup



23. Pendekatan pengembangan koperasi sebagai instrumen pembangunan terbukti menimbulkan kelemahan dalam menjadikan dirinya sebagai koperasi yang memegang prinsip-prinsip koperasi dan sebagai badan usaha yang kompetitif. Reformasi kelembagaan koperasi menuju koperasi dengan jatidirinya akan menjadi agenda panjang yang harus dilalui oleh koperasi di Indonesia.



24. Dalam kerangka otonomi daerah perlu penataan lembaga keuangan koperasi (koperasi simpan pinjam) untuk memperkokoh pembiayaan kegiatan ekonomi di lapisan terbawah dan menahan arus ke luar potensi sumberdaya lokal yang masih diperlukan. Pembenahan ini akan merupakan elemen penting dalam membangun sistem pembiayaan mikro di tanah air yang merupakan tulang punggung gerakan pemberdayaan ekonomi rakyat.






DAFTAR BACAAN



1. Couture, M-F, D. Faber, M. Larim, A-B. Nippierd : Transition to Cooperative Entrepreneurship, ILO and University of Nyeurode, of Nyenrode, Genewa, 2002.



2. Ravi Shankar and Garry Conan : Second Critical Study on Cooperative Legislation and policy Reform, ICA, RAPA, New Delhi, 2002.



3. Mubyarto ; Membangun Sistem Ekonomi, BPFE, Yogyakarta, 2000.



4. Noer Soetrisno : Rekonstruksi Pemahaman Koperasi, Merajut Kekuatan Ekonomi Rakyat, Instrans, Jakarta 2001.



5. Oshima, Harry T ; The Development of Service Sector in Asia; Mimeo, UPSE-Diliman, Philippines, June 1982.



6. Rusidi, Prof. Dr. Ir. MS dan Maman Suratman, Drs. MSi : Bunga Rampai 20 Pokok Pemikiran Tentang Koperasi, Institut Manajemen Koperasi Indonesia, Bandung, 2002.