Etika bisnis merupakan
cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek
yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis
dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta
pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra
kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip
bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja
unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika
sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi
standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya
sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral
yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Menurut Von der Embse dan R.A.
Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen Jouurnal (1988), memberikan tiga
pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
- Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
- Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
- Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting,
yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang
tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang
tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh.
Contoh kasus etika bisnis:
1. Sebuah perusahaan pengembang di Lampung membuat
kesepakatan dengan sebuah perusahaan perusahaan kontraktor untuk membangun
sebuah pabrik. Sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati pihak pengembang
memberikan spesifikasi bangunan kepada pihak perusahaan kontraktor tersebut.
Dalam pelaksanaannya, perusahaan kontraktor menyesuaikan spesifikasi bangunan
pabrik yang telah dijanjikan. Sehingga bangunan pabrik tersebut tahan lama dan
tidak mengalami kerusakan. Dalam kasus ini pihak perusahaan kontraktor telah
mematuhi prinsip kejujuran karena telah memenuhi spesifikasi bangunan yang
telah mereka musyawarahkan bersama pihak pengembang.
2. Sebuah Yayasan Maju Selalu menyelenggarakan
pendidikan setingkat SMA. Pada tahun ajaran baru sekolah mengenakan biaya
sebesar Rp.500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan sekolah ini
diinformasikan kepada mereka saat akan mendaftar,sehingga setelah
diterima,mereka harus membayarnya. Kemudian pihak sekolah memberikan informasi
ini kepada wali murid bahwa pungutan tersebut digunakan untuk biaya pembuatan
seragam sekolah yang akan dipakai oleh semua murid pada setiap hari rabu-kamis.
Dalam kasus ini Yayasan dan sekolah dapat dikategorikan mengikuti transparasi.
3. Pada tahun 1990 an,
kasus yang masih mudah diingat yaitu Enron. Bahwa Enron adalah perusahaan yang
sangat bagus dan pada saat itu perusahaan dapat menikmati booming industri
energi dan saat itulah Enron sukses memasok energi ke pangsa pasar yang begitu
besar dan memiliki jaringan yang luar biasa luas. Enron bahkan berhasil
menyinergikan jalur transmisi energinya untuk jalur teknologi informasi. Dan
data yang ada dari siklus bisnisnya, Enron memiliki profitabilitas yang cukup menggiurkan.
Seiring dengan booming industri energi, akhirnya memosisikan dirinya sebagai energy merchants
dan bahkan Enron disebut sebagai ”spark spead” Cerita pada awalnya adalah
anggota pasar yang baik, mengikuti peraturan yang ada dipasar dengan
sebagaimana mestinya. Pada akhirnya Enron meninggalkan prestasi dan reputasinya
baik tersebut, karena melakukan penipuan dan penyesatan.. Sebagai perusahaan
Amerika terbesar ke delapan, Enron kemudian kolaps pada tahun 2001.
Etika bisnis yang harus dipahami dan dilakukan para
profesional, antara lain:
- Sebutkan nama lengkap
Dalam situasi berbisnis, mitra
sebaiknya menyebutkan nama lengkap saat berkenalan. Namun jika namanya terlalu
panjang atau sulit diucapkan, akan lebih baik jika sedikit menyingkat.
- Berdirilah saat memperkenalkan diri
Berdiri saat mengenalkan diri
akan menegaskan kehadiran mitra. Jika kondisinya tidak memungkinkan untuk
berdiri, setidaknya mundurkan kursi, dan sedikit membungkuk agar orang lain
menilai positif kesopanan motra.
- Ucapkan terima kasih secukupnya
Dalam percakapan bisnis dengan
siapapun, bos atau mitra perusahaan, hanya perlu mengucapkan terima kasih satu
atau dua kali. Jika mengatakannya berlebihan, orang lain akan memandang kalau
mitranya sangat memerlukannya dan sangat perlu bantuan.
- Kirim ucapan terima kasih lewat email setelah pertemuan bisnis
Setelah mitra menyelesaikan
pertemuan bisnis, kirimkan ucapan terima kasih secara terpisah ke email pribadi
rekan bisnis Anda. Pengiriman lewat email sangat disarankan, mengingat waktu
tibanya akan lebih cepat.
- Jangan duduk sambil menyilang kaki
Tak hanya wanita, pria pun
senang menyilangkan kakinya saat duduk. Namun dalam kondisi kerja, posisi duduk
seperti ini cenderung tidak sopan. Selain itu, posisi duduk seperti ini dapat
berdampak negatif pada kesehatan.
- Tuan rumah yang harus membayar
Jika mengundang rekan bisnis
untuk makan di luar, maka sang mitralah yang harus membayar tagihan. Jika sang
mitra seorang perempuan, sementara rekan bisnis atau klien, laki-laki, ia tetap
harus menolaknya. Dengan mengatakan bahwa perusahaan yang membayarnya, bukan
uang pribadi.
Definisi
Pengertian Etika Bisnis Menurut Para Ahli:
Menurut Velasques (2002)
Etika bisnis merupakan studi yang
dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada
standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi dan perilaku
bisnis.
Menurut Steade et al (1984:701)
Etika bisnis adalah standar etika yang berkaitan dengan
tujuan dan cara membuat keputusan bisnis.
Menurut Hill dan jones
(1998)
Etika bisnis merupakan suatu ajaran untuk membedakan
antara salah dan benar guna memberikan pembekalan kepada setiap pemimpin perusahaan
ketika mempertimbangkan untuk mengambil keputusan strategis yang terkait dengan
masalah moral yang kompleks.
Menurut Sim (2003)
Etika adalah istilah filosofis yang
berasal dari “etos”, kata Yunaniyang berarti karakter atau kustom. Definisi erat
dengan kepemimpinan yang efektif dalam organisasi, dalam hal ini berkonotasi
kode organisasi menyampaikan integritas moral dan nilai-nilai yang konsisten
dalam pelayanan kepada masyarakat.
Menurut Bertens
Bertens (2000:36) mengatakan bahwa etika bisnis dalam
bahasa Inggris disebut business ethics. Dalam bahasa Belanda dipakai nama
bedrijfsethick (etika perusahaan) dan dalam bahasa Jerman Unternehmensethik
(etika usaha). Cukup dekat dengan itu dalam bahasa Inggris kadang-kadang
dipakai corporate ethics (etika korporasi). Narasi lain adalah “etika
ekonomis” atau”etika ekonomi” (jarang dalam bahasa Inggris economic ethics;
lebih banyak dalam bahasa Jerman Wirtschaftsethik). Ditemukan juga nama
management ethics atau managerial ethics (etika manajemen) atau organization
ethics (etika organisasi).
Menurut Yosephus
Yosephus (2010:79) mengatakan bahwa Etika Bisnis secara
hakiki merupakan Applied Ethics (etika terapan). Di sini, etika bisnis
merupakan wilayah penerapan prinsip-prinsip moral umum pada wilayah tindak
manusia di bidang ekonomi, khususnya bisnis. Jadi, secara hakiki sasaran etika
bisnis adalah perilaku moral pebisnis yang berkegiatan ekonomi.
Contoh dalam Etika Berbisnis :
- Pengendalian diri
- Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility)
- Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
- Menciptakan persaingan yang sehat.
- Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
- Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
- Mampu menyatakan yang benar itu benar.
- Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah
- Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
Teori Etika Bisnis
a. Teleologi
Teleologi
berasal dari akar kata Yunani telos, yang berarti akhir,
tujuan, maksud, dan logos, perkataan. Teleologi
adalah ajaran yang menerangkan segala sesuatu dan segala kejadian menuju pada
tujuan tertentu. Istilah teleologi dikemukakan oleh Christian Wolff,
seorang filsuf Jerman abad ke-18. Teleologi merupakan sebuah studi tentang
gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan, rancangan, tujuan, akhir,
maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam
suatu proses perkembangan. Dalam arti umum, teleologi merupakan sebuah studi
filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam maupun dalam
sejarah. Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran filosofis-religius
tentang eksistensi tujuan dan “kebijaksanaan” objektif di luar manusia.
Dalam dunia etika, teleologi
bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya suatu
tindakan dilakukan , Teleologi mengerti benar mana yang benar, dan mana yang
salah, tetapi itu bukan ukuran yang terakhir.Yang lebih penting adalah tujuan
dan akibat.Betapapun salahnya sebuah tindakan menurut hukum, tetapi jika itu
bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu dinilai baik.Ajaran teleologis
dapat menimbulkan bahaya menghalalkan segala cara. Dengan demikian tujuan yang
baik harus diikuti dengan tindakan yang benar menurut hukum.Perbincangan “baik”
dan “jahat” harus diimbangi dengan “benar” dan “salah”. Lebih mendalam lagi,
ajaran teleologis ini dapat menciptakan hedonisme, ketika “yang baik” itu
dipersempit menjadi “yang baik bagi diri sendiri.
Contoh : seorang anak mencuri untuk membiayai berobat ibunya yang sedang
sakit, tindakan ini baik untuk moral kemanusian tetapi dari aspek hukum jelas
tindakan ini melanggar hukum. Sehingga etika teologi lebih bersifat
situasional, karena tujuan dan akibatnya suatu tindakan bisa sangat bergantung
pada situasi khusus tertentu. Karena itu setiap norma dan kewajiban moral tidak
bisa berlaku begitu saja dalam situasi sebagaimana dimaksudkan.
Filosofinya:
- Egoisme Etis
Perilaku yang dapat diterima tergantung pada konsekuensinya. Inti
pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya
bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya
tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan
memajukan dirinya.Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung
menjadi hedonistis, yaitu ketika
kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai
kenikmatan fisik yang bersifat vulgar. Memaksimalkan kepentingan kita terkait erat
dengan akibat yang kita terima.
- Ultilitarianisme
Semakin tinggi kegunaannya maka semakin tinggi nilainya. Berasal
dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”.
Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi
manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat
sebagai keseluruhan. Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk
menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness of the
greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar.
Contoh : melakukan kerja bakti yang di adakan di lingkungan sekitar,
sebagai upaya untuk kebersihan lingkungan dan membuat tempat tersebut juga jadi
nyaman dan sehat untuk masyarakatnya.
b. Deontologi
Teori Deontologi yaitu : berasal dari bahasa Yunani , “Deon“
berarti tugas dan “logos” berarti pengetahhuan.
Sehingga Etika Deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara
baik. Suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan
akibatnya atau tujuan baik dari tindakanyang dilakukan, melainkan berdasarkan
tindakan itu sendiri sebagai baik pada diri sendiri. Dengan kata lainnya, bahwa
tindakan itu bernilai moral karena tindakan itu dilaksanakan terlepas dari
tujuan atau akibat dari tindakan itu.
Contoh : kewajiban seseorang yang memiliki dan mempercayai agamanya, maka
orang tersebut harus beribadah, menjalankan perintah dan menjauhi
laranganNya.
c. Teori Hak
Teori Hak merupakan suatu
aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan
kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama. Dalam pemikiran moral dewasa
ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk
mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku.
Contoh : asisten rumah tangga
yang mempunyai hak untuk mendapatkan gaji bulanannya setelah ia melakukan
kewajibannya mengurus rumah dan sebagainya.
d. Teori
Keutamaan (Virtue)
Keutamaan bisa
didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang telah
diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah
laku baik secara moral. memandang sikap atau akhlak seseorang.
Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau
murah hati dan sebagainya.
Contoh keutamaan :
- Kebijaksanaan : seorang pemimpin yang memiliki sifat bijaksana dalam segala urusan.
- Keadilan : mampu bersifat adil dalam menentukan pilihan.
- Suka bekerja keras : mau terus berjuang dalam bekerja, sehingga pada akhirnya dapat menikmati hasil jerih payahnya yang baik.
- Hidup yang baik : tidak pernah melakukan hal – hal yang dapat merugikan sekitarnya,dapat menikmati hidup dengan tenang, nyaman dan tentram.
Macam-macam Etika
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi
konsep etika), etika
normatif (studi penentuan nilai etika),
dan etika
terapan (studi penggunaan
nilai-nilai etika).
Adapun Jenis-jenis Etika adalah sebagai berikut:
1.
Etika Filosofis
Etika filosofis secara harfiah dapat
dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir,
yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari
filsafat; etika lahir dari filsafat.
2.
Ada dua sifat
etika, yaitu:
a.
Non-empiris
Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu
empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret. Namun
filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang kongkret dengan
seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret. Demikian pula
dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang secara
faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau
tidak boleh dilakukan.
b.
Praktis
Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu
“yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi
etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus
dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis
karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan
manusia. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif, dimana etika hanya menganalisis tema-tema pokok
seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat
teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya.
3.
Etika Teologis
Terdapat dua hal-hal yang berkait
dengan etika teologis. Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama
tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya
masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum,
karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara
umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.
Secara umum, etika teologis dapat
didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi
teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan
etika teologis.
Setiap agama dapat memiliki etika
teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem
nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang
lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya.
Secara umum Etika dapat
dibagi menjadi:
1. Etika Umum
Berbicara
mengenai norma dan nilai moral, kondisi-kondisi dasar bagi manusia untuk
bertindak secara etis,bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori
etika, lembaga-lembaga normatif dan semacamnya.
2. Etika Khusus
Adalah
penerapan prinsip-prinsip atau norma-norma moral dasar dalam bidang kehidupan
yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud: Bagaimana saya menilai perilaku saya
dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi
oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis: cara bagaimana manusia
mengambil suatu keputusan/tindakan, dan teori serta prinsip moral dasar yang
ada akibatnya.
Etika Khusus dibagi lagi menjadi
3:
A. Etika
Individual lebih menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya
sendiri.
B. Etika Sosial berbicara mengenai kewajiban dan hak,
sikap dan pola perilaku manusia sebagai makhluk sosial dalam interaksinya
dengan sesamanya. Etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan.
Karena kewajiban seseorang terhadap dirinya berkaitan langsung dan dalam banyak
hal mempengaruhi pula kewajibannya dengan orang lain, dan demikian pula
sebaliknya. Etika sosial menyangkut hungan manusia dengan manusia lain.
Dengan
demikian luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau
terpecah menjadi banyak bagian/bidang. Dan pembahasan bidang yang paling aktual
saat ini adalah mengenai:
a. Sikap terhadap sesama
b.
Etika keluarga
c. Etika profesi
d.
Etika politik
e. Etika lingkungan
f. Etika ideology
C. Etika Lingkungan Hidup, menjelaskan hubungan antara
manusia dengan lingkungan sekitarnya dan juga hubungan antara manusia yang satu
dengan manusia yang lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung
berdampak pada lingkungan hidup secara keseluruhan.
Model Etika Dalam Bisnis
Carroll dan Buchollz (2005) dalam Rudito (2007:49) membagi tiga
tingkatan manajemen dilihat dari cara para pelaku bisnis dalam menerapkan
etika dalam bisnisnya.
1. Immoral
Manajemen
Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah dari
model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang
memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa
yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun
bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang
tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan
kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri
sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini
selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai
batu sandungan dalam menjalankan bisnisnya.
2.
Amoral Manajemen
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam
manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer
dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika
atau moralitas. Ada dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu Pertama,
manajer yang tidak sengaja berbuat amoral (unintentional amoral manager). Tipe ini
adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan
bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan
efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa
memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum.
Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat
bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau
tidak. Tipikal manajer seperti ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum
yang berlaku, dan menjadikan hukum sebagai pedoman dalam
beraktivitas. Kedua, tipe manajer yang sengaja berbuat amoral. Manajemen
dengan pola ini sebenarnya memahami ada aturan dan etika yang harus dijalankan,
namun terkadang secara sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan bisnis mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan
lain-lain. Namun manajer tipe ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya
berlaku bagi kehidupan pribadi kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa
aktivitas bisnis berada di luar dari pertimbangan-pertimbangan etika dan
moralitas.
3. Moral
Manajemen
Tingkatan tertinggi dari
penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen.
Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level
standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer
yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang
berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam
kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan
keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara
legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti
keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku. Hukum bagi
mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka patuhi, sehingga
aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi dari apa yang
disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang bermoral selalu melihat dan
menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan
aturan-aturan emas (golden rule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis
yang diambilnya.
REFERENSI
pada dasarnya segala sesuatu itu memang harus ada etikanya...
BalasHapushttp://tokoonlineobat.com/obat-penyakit-glaukoma-alami/
terimakasih dan salam kenal,
BalasHapushttps://marketing.ruangguru.com/bimbel
thanks,
BalasHapusjiwa
info ini sangat ok punya!
BalasHapusmantap blognya, terimakasih!
BalasHapus