Aplikasi e-Government untuk Tata Kelola Yang
Baik: Dari Perencanaan
Strategis SI ke Pengembangan SI (e-Government
Application For Good e-
Governance from IS Strategic Plan to IS
Development)
DAFTAR ISI
1.
ABSTRAK........................................................................................................1
2.
PENDAHULUAN.............................................................................................1
3.
PERUMUSAN MASALAH..............................................................................5
4.
METODOLOGI.................................................................................................9
5.
RANCANGAN (DESIGN)
PENELITIAN......................................................12
6.
HASIL YANG DIHARAPKAN.......................................................................15
7.
PERSONIL PELAKSANA PENELITIAN (PENELITI DAN TEKNISI) ......15
8.
BIBLIOGRAFI.................................................................................................18
1.ABSTRAK
Tidak dapat dipungkiri, bahwa informasi
merupakan komoditi strategis di abad ini. Globalisasi informasi memaksa setiap
insan baik individu ataupun kelompok, baik swasta maupun pemerintah, untuk
memperhitungkan sistem informasi yang akan diterapkan supaya tetap kompetitif
di era globalisasi. Dalam hal ini, penerapan strategi yang tepat memungkinkan
setiap organisasi swasta maupun instansi pemerintah untuk lebih meningkatkan local content dan meningkatkan bargaining power terhadap masyarakat dan hubungan antar
instansi juga hubungan terhadap negara lain.
Sampai saat ini, banyak kegiatan yang
dilakukan pemerintah secara terpisah, tanpa adanya suatu perencanaan yang
terintegrasi antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya. Contoh klasik,
penggalian jalan raya untuk telepon/listrik/air minum yang tidak pernah tuntas,
baik di kota metropolitan Jakarta maupun kota-kota besar lainnya. Selain itu,
ada pertanyaan yang mesti dijawab dengan suatu tindakan, dapatkah masyarakat
umum dengan mudah mengetahui/mengakses berbagai informasi, pengetahuan
teknologi tepat guna, perundangan, yang berkaitan langsung dengan kehidupan
sehari-hari masyarakat banyak? Semua ini penting dipertimbangkan dalam
membangun sistem informasi nasional yang memampukan pemerintah agar lebih
kompetitif. Dua faktor/parameter utama yang perlu diperhitungkan dalam strategi
pengembangan sistem informasi nasional adalah SDM yang berkualitas dan
alternatif sistem/teknologi yang digunakan.
Sering sekali dalam pengembangan sistem
informasi, setiap instansi pemerintah melakukan perencanaan sendiri-sendiri,
tanpa adanya koordinasi yang saling mendukung. Akibatnya dalam penerapannya,
terjadi pemborosan anggaran karena setiap bagian membuat inisiatif sendiri
tanpa ada suatu perencanaan yang baik.
Disamping itu juga, lemahnya dukungan
secara politik, kurangnya perhatian terhadap pentingnya sistem informasi dan
juga lemahnya kepemimpinan. Hal ini menyebabkan penerapan sistem informasi dan
teknologi informasi menjadi cost
center yang kurang bermanfaat secara optimal.
Kajian ini bertujuan untuk menghasilkan
suatu panduan, bagaimana penerapan aplikasi e-Government untuk tujuan good governance dengan menggunakan metodologi tertentu
dari proses perencanaan strategis sampai tahap pengembangan sistem informasi
e-Government.
2. PENDAHULUAN
Dari era industri ke era informasi,
adalah lompatan besar dalam peradaban manusia. Pada era informasi, suatu informasi
merupakan komoditi strategis yang dapat berperan menghidupkan suatu perusahaan
atau justru mematikannya. Globalisasi informasi memaksa setiap insan baik
individu ataupun kelompok, baik swasta maupun pemerintah, untuk memperhitungkan
sistem informasi yang akan diterapkan supaya tetap kompetitif di era
globalisasi.
Dalam kajian Kerangka Teknologi Informasi Nasional (National
IT Framework) yang dilakukan baru‐baru ini, salah satu pilar
yang segera harus dibentuk adalah Electronic
Government (EGovernment) for Good Governance [BAP01] dengan tujuan dapat mempercepat terbentuknya suatu pelaksanaan pemerintahan yang baik,
efisien, dan efektif. Walaupun
kata‐kata Egovernment sudah sering diseminarkan dan didiskusikan, tetapi di berbagai
kalangan akademis, pengusaha, dan bahkan pemerintah mempunyai pemahaman yang
berbeda mengenai Egovernment [HAS01]. Secara sederhana Heeks dalam [HAS01] mendefinisikan Egovernment sebagai berikut:
“Kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dengan
menggunakan
Teknologi Informasi (TI) untuk memberikan layanan
kepada masyarakat”.
Dari definisi tersebut, terlihat bahwa tujuan utama Egovernment
adalah meningkatkan
efisiensi dan kualitas layanan. Menurut Heeks,
hampir semua lembaga pemerintah di dunia ini, mengalami ketidakefisienan, terutama di negara yang sedang
berkembang. Pungutan liar,
pemasukan dan pengeluaran uang yang tidak dilaporkan, antrian
masyarakat di pusat‐pusat layanan publik, dan
lain‐lain, merupakan beberapa wujud ketidakefisienan tersebut, dimana banyak sekali resources
yang terbuang percuma.
Lebih rinci lagi, Agarwal dalam [HAS01] membagi pengertian Egovernment
ke dalam lima tingkatan, yang semakin tinggi tingkatannya, semakin kompleks
permasalahan yang akan dihadapi.
1. Tingkatan yang
paling awal adalah apa yang disebut dengan Egovernment untuk menunjukkan
“wajah” pemerintah yang baik dan menyembunyikan kompleksitas yang ada di
dalamnya. Hal ini ditandai dengan munculnya berbagai web site yang
cantik pada hampir semua institusi pemerintah. Pada dasarnya, Egovernment
tingkat awal ini masih bersifat menginformasikan tentang apa dan siapa yang
berada di dalam institusi tersebut. Dengan kata lain, informasi yang diberikan
kepada masyarakat luas, masih bersifat satu arah. Kondisi Egovernment
yang masih berada pada tahap awal ini belum bisa digunakan untuk membentuk
suatu pemerintahan dengan Good Governance.
2. Tingkat kedua dari EGovernment, mulai ditandai dengan adanya transaksi dan interaksi secara online antara suatu institusi pemerintah dengan masyarakat. Misalnya, masyarakat
tidak perlu lagi antri membayar tagihan listrik, memperpanjang KTP, dan
lain‐lain. Semuanya dapat dilakukan secara online. Usaha ke arah ini sudah
mulai dilakukan oleh beberapa institusi dipusat maupun di daerah. Kabupaten
Takalar merupakan salah satu contoh daerah yang sudah mulai menerapkan layanan
satu atap terhadap masyarakatnya. Komunikasi duaarah antara institusi
pemerintah dengan masyarakat sudah mulai terjalin secara online.
3. Level ketiga dari EGovernment, memerlukan kerja sama (kolaborasi) secara online antar beberapa institusi dan
masyarakat. Apabila masyarakat sudah bisa mengurus
perpanjangan KTP‐nya secara online, selanjutnya mereka tidak perlu lagi
melampirkan KTP‐nya untuk mengurus Pasport atau membuat SIM. Dalam hal ini
perlu kerja sama antara Kantor Kelurahan yang mengeluarkan KTP dengan Kantor
Imigrasi yang mengeluarkan Pasport atau Kantor Polisi yang mengeluarkan SIM.
4. Level keempat dari Egovernment sudah semakin kompleks. Bukan hanya memerlukan kerja sama antarinstitusi dan masyarakat, tetapi juga
menyangkut arsitektur teknis
yang semakin kompleks. Dalam level ini, seseorang bisa
mengganti informasi yang menyangkut dirinya
hanya dengan satu klik, dan
pergantian tersebut secara otomatis berlaku untuk
setiap institusi pemerintah yang terkait. Misalnya, seseorang yang pindah
alamat, dia cukup mengganti alamatnya tersebut dari suatu database milik
pemerintahan yang besar, dan secara otomatis KTP, SIM, Pasport dan lain‐lainnya
ter‐update.
5. Level kelima, dimana pemerintah sudah memberikan informasi
yang terpaket (packaged information)
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal
ini, pemerintah sudah
bisa memberikan apa yang disebut dengan “informationpush” yang berorientasi
kepada masyarakat. Masyarakat benar‐benar seperti raja yang
dilayani oleh pemerintah. Apa saja yang menjadi
kebutuhan masyarakat, Egovernment
pada level lima ini mampu menyediakannya.
Disamping itu Forman mendefinisikan Egovernment
berdasarkan interaksi
penggunanya sebagai berikut [FOR01]:
G2C
(Government to
Citizen), Egovernment yang diperuntukkan bagi layanan publik kepada masyarakat.
G2B
(Government to
Business), Egovernment yang diperuntukkan bagi kalangan bisnis, mengurangi birokrasi dalam usaha.
G2G
(Government to
Government), Egovernment yang diperuntukkan untuk meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar instansi pemerintah.
Dari hasil survei oleh [WIN03] terhadap 36 situs web yang mendapatkan penghargaan Egovernment
Award 2003 yang diadakan oleh Warta Ekonomi No
22/XIV/25 September 2002,
diperoleh kesimpulan bahwa 99,99% situs web yang diklaim sebagai bentuk
aplikasi Egovernment
baru sampai pada tingkat awal yaitu
penampakan “wajah” pemerintah Dati I dan II. Informasi “satu arah” yang
ditampilkan sangat bervariasi, sehingga sulit dilihat tingkat
kemanfaatan situs-situs tersebut untuk
melakukan koordinasi maupun untuk pelayanan masyarakat.
Sementara itu, di beberapa negara Eropa dan Amerika sudah mulai
menerapkan Egovernment pada level keempat, dimana mereka hanya mengumpulkan cukup sekali
saja informasi mengenai masyarakatnya [FOR02,
MOO00, JAC01, WIM01]. Salah satu penerapan Egovernment yang bisa mencakup pengertian menurut [HAS01] dan
[FOR01] adalah penerapan sistem kependudukan.
Permasalahan kependudukan merupakan salah satu isu yang dapat memanfaatkan konsep EGovernment.
Beberapa negara Eropa dan Asia seperti Inggris, Austria, dan Singapura telah
menerapkan sistem Egovernment untuk melayani kebutuhan penduduknya [FIS01, AIC01, ANO01, MOO00].
Seperti halnya di negara lain, di Indonesia juga menghadapi masalah
kependudukan yang cukup kompleks. Departemen Dalam Negeri (Depdagri), Badan Pusat
Statistik (BPS), Komisis Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Koordinasi Keluarga
Berencana (BKKBN)adalah antara lain merupakan instansi‐instansi yang melakukan
pendataan penduduk di Indonesia. Namun data yang dikumpulkan masih banyak yang
merupakan hasil perhitungan proyeksi dan bersifat agregasi [DAR01]. Kelengkapan
dan konsistensi datanya juga sangat diragukan karena bisa saja seseorang
terdata dan tercatat lebih dari satu kali di daerah yang berbeda yang
disebabkan lemahnya koordinasi di dalam lembaga yang melakukan pendataan
tersebut. Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah adanya perbedaan data yang
didapat oleh instansi‐instansi yang berwenang melakukan pendataan, ini
dikarenakan metode yang digunakan untuk melakukan pendataan penduduk pada
setiap instansi berbeda‐beda. BPS misalnya, melakukan sensus setiap sepuluh
tahun sekali. Namun dalam interval waktu tersebut, data yang berhasil dikumpulkan
masih sulit menjangkau daerah‐daerah terpencil. Sedangkan Depdagri melakukan
pendataan penduduk melalui SISKOMDAGRI. Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru baru
ini melakukan sensus penduduk pemilih. Sensus untuk pemilih ini dilakukan 5
tahun sekali. Berbagai instansi lain seperti Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas), Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), dan
Departemen Sosial (Depsos) juga memerlukan data kependudukan. Instansiinstansi
tersebut akan mengalami kesulitan dalam menentukan program kerjanya jika tidak
didukung oleh data kependudukan yang akurat. Akan sulit bagi Depdiknas untuk
merencanakan program wajib belajar jika tidak ada data yang akurat mengenai
jumlah penduduk usia sekolah.
Basisdata kependudukan yang ada pada saat ini belum siap pakai dan
tidak memenuhi kebutuhan setiap instansi. Untuk memenuhi kebutuhan setiap
instansi, mereka masih menggunakan basisdata masing‐masing. Jadi basisdata yang
ada belum terintegrasi dan tidak mencerminkan data penduduk secara keseluruhan,
yang dapat digunakan secara bersama‐sama [ZUL02].
Selain itu proses penduduk yang ingin mendapatkan layanan yang
berkaitan dengan dokumen kependudukannya juga tidak efisien. Penduduk harus
datang ke kantor instansi yang bersangkutan untuk mengurus dokumen yang mereka
butuhkan, belum lagi terhalangani oleh birokrasi di instansi tersebut.
Oleh karena itu diperlukan suatu sistem informasi (EGovernment) yang bersifat permanen yang mampu melakukan proses registrasi
penduduk, berisikan basisdata kependudukan yang terintegrasi yang dapat
memenuhi kebutuhan setiap instansi dan siap pakai setiap saat. Setiap instansi
dapat menggunakan basisdata kependudukan ini secara bersama‐sama untuk
kebutuhan yang berbeda. Disamping itu sistem informasi ini juga dapat
dimanfaatkan untuk melayani penduduk yang membutuhkan dokumen kependudukannya.
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti dan merancang serta berusaha
mengimplementasikan sistem informasi kependudukan di Indonesia dengan
mempelajari pengalaman negara‐negara lain yang telah menerapkan sistem
tersebut. Egovernment yang dikembangkan ini diharapkan termasuk paling tidak pada level
ketiga dari penggolongan Egovernment menurut Agarwal diatas.
3. PERUMUSAN MASALAH
Dari uraian
pada bagian pendahuluan terlihat bahwa masalah yang sering dihadapi oleh
institusi dalam penerapan sistem informasi e‐Government di Indonesia adalah:
-
Inisiatif TI masih terpencar,
akibatnya pemborosan
Dalam penerapan e-Government, masih
banyak instansi pemerintah yang berpikir, setelah menentukan critical success factors, masing-masing bagian atau departemen
langsung membuat strateginya masing-masing kemudian dirinci menjadi kegiatan
yang bersifat taktis operasional. Salah satunya pengadaan perangkat teknologi
informasi yang bila tidak dilakukan secara terintegrasi, kemungkinan pemborosan
anggaran sangat tinggi. Padahal hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan
investasi yang telah dikeluarkan.
-
Lack koordinatif
Setiap instansi memiliki keinginan yang
berbeda-beda dalam penerapan sistem informasi. Tidak terjalinnya koodinasi yang
baik antar instansi mengakibatkan pelaksanaan penerapan sistem informasi dan
teknologi informasi tidak berjalan dengan efektif. Karena masingmasing berjalan
sendiri tanpa interaksi antar satu bagian dengan bagian lainnya.
-
Lack detail requirement
Keinginan yang terlalu umum
mengakibatkan hasil yang didapatkan tidak spesifik. Karena pada awalnya produk
atau jasa yang diinginkan tidak begitu jelas, sehingga setiap individu/departemen
yang terlibat tidak tahu persis hasil apa yang diinginkan sebagai keluaran dari
suatu proyek aplikasi e-Government. Disamping itu juga, manfaat yang seharusnya
didapatkan oleh masyarakat (users) secara signifikan tidak dapat
dipenuhi.
-
Lack political support
Dukungan secara politik sangat
mempengaruhi berhasil-tidaknya suatu penerapan aplikasi sistem informasi. Pada
kenyataannya suasana politik, terutama yang berkaitan dengan: dukungan dan
alokasi anggaran, yang lemah dalam setiap rencana penerapan sistem informasi.
-
Lack of awareness
Kurangnya kepedulian terhadap
keberhasilan e-Government. Pemimpin yang bertanggung jawab dalam penerapan
e-Government terkadang kurang memahami kepentingan dari masing-masing stakeholder yang ada dan tidak mau mencoba
melakukan kolaborasi agar seluruh perbedaan kepentingan yang dimaksud dapat menuju
kepada satu arah pencapaian visi dan misi e-Government (konvergensi). Setiap
pemimpin yang bertanggung jawab dalam pengembangan e-Government harus memahami
bahwa pihak-pihak yang dianggap sebagai stakeholder utama dalam proyek
e-Government antara lain: pemerintah (lembaga terkait dengan seluruh perangkat
manajemen dan karyawannya), sektor swasta, masyarakat, lembaga-lembaga swadaya
masyarakat, perusahaan, dan lain sebagainya. Terlepas dari bermacam ragamnya
stakehoder yang ada, yang sering terlupakan bahwa pada akhirnya yang akan
merasakan manfaat atau berhasil tidaknya e-Government yang dilaksanakan adalah pelanggan.
-
Lack leadership
Faktor
kepemimpinan biasanya melekat pada setiap orang yang bertanggung jawab sebagai pemimpin
dari penyelenggaraan suatu penerapan sistem informasi. Namun masih banyak kelemahan
dalam hal mengelola:
·
Beragam tekanan politik yang terjadi
terhadap penerapan aplikasi e-Government baik dari kalangan yang optimis maupun
yang pesimis;
·
Kurangnya sumber daya yang dibutuhkan,
seperti misalnya sumber daya manusia, finansial, informasi, peralatan,
fasilitas, dan
·
Sejumlah kepentingan dari berbagai
kalangan (stakeholders) terhadap e-Government yang sedang
atau akan dilaksanakan.
4. METODOLOGI
Metodologi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah meliputi beberapa tahapan seperti :
1. Identifikasi masalah
Pada tahap ini dilakukan identifikasi
terhadap permasalahan yang ada. Dari permasalahan tersebut akan dicoba dibuat
hipotesis, kemudian dilakukan penelitian dan uji coba untuk membuktikan
hipotesis tersebut. Permasalahan yang telah diidentifikasi sampai saat ini
dapat dilihat pada bagian perumusan masalah. Sedangkan hipotesis penelitian
dapat dilihat pada bagian hipotesis dan manfaat diatas.
2. Pengumpulan data dan sumber
pendukung (literatur)
Pengumpulan literatur yang mendukung penelitian dilakukan pada tahap
ini. Literatur‐literatur diambil dari penelitian‐penelitian sebelumnya maupun
dari jurnal‐jurnal ilmiah, baik dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu
Literatur yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah tulisan mengenai Egovernment yang ditulis oleh Hasibuan [HAS01]. Sedangkan literatur lainnya berkaitan
dengan Egovernmen dan khususnya mengenai kependudukan, seperti “Grand Design Sistem Informasi KPU”, “National IT
Framework”, “Strategi EGovernment” di Amerika Serikat
serta penerapan E‐Government di beberapa negara Eropa [BAP01, FOR02, VIL01,
KPU02, WAT01, TAM01, FIS01, MOO00, AIC01, WIM01].
Adapun data yang dipergunakan sebagai sampel untuk penelitian, akan
diambil dari BPS yang merupakan data penduduk hasil sensus. Data propinsi DKI
Jakarta akan digunakan untuk simulasi pada skala kecil.
3. Analisis Kebutuhan,
Perancangan, dan Implementasi
Pada tahap ini akan dilakukan proses analisa kebutuhan sistem,
perancangan serat implementasi terhadap sistem yang akan dikembangkan. Hal‐hal
yang dilakukan meliputi:
Ø Rancangan Arsitektur Sistem (Architecture System)
Ø Rancangan Format Data Masukan atau Form‐form Kependudukan
Ø Rancangan Relasi antar entitas (Entity
Relationship) basis data
Ø Rancangan Diagram alur proses dan data sistem (Data
Flow Diagram)\
Ø Rancangan Antar muka pemakai (User Interface)
4. Analisis dan Uji Coba Sistem
Setelah dilakukan perancangan dan sistem diimplementasikan, kemudian
akan dilakukan tahapan uji coba. Uji coba direncanakan dilakukan dalam dua
tahap. Pertama uji coba internal, dimana sistem akan diujicobakan dalam
lingkungan terbatas dan sebagai tester‐nya adalah tim pengembang sendiri. Data‐data yang digunakan pada
tahap uji coba tersebut merupakan data propinsi DKI Jakarta yang diperoleh dari
BPS. Selanjutnya dilakukan integrasi data dari beberapa propinsi. Kemudian pada
tahapan kedua, dilakukan uji coba eksternal, dimana sistem akan diuji cobakan
pada salah satu instansi yang ada, misalnya kelurahan tertentu, dan sebagai tester‐nya adalah pihak dari instansi tersebut. Setelah diujicobakan maka
dilakukan proses analisa kembali apakah sistem yang dibangun sesuai dengan
kebutuhan, untuk kemudian dilakukan proses perbaikan.
5. Pembuatan Paket Sistem
(Installer)
Setelah sistem diimplementasikan, dan
diuji coba maka langkah selanjutnya adalah
membuat paket installer dari sistem
tersebut sehingga sistem dapat digunakan atau
diinstall di tempat lain dengan mudah.
Tahapan
3, 4 dan 5 merupakan tahapan yang erat kaitannya dengan pengembangan perangkat
lunak. Untuk pengembangan perangkat lunak tersebut, kami gunakan metodologi
FAST yang cukup banyak digunakan dalam pengembangan suatu aplikasi. Adapun
tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut:
- Investigasi awal: pada tahap ini
ditentukan ruang lingkup dari proyek, batasan batasan, partisipan, biaya dan
jadwal. Tahap ini bertujuan untuk menilai kelayakan dari proyek tersebut.
- Analisa: pada tahap ini dilakukan
analisa permasalahan baik dari segi bisnis dan teknologi, yaitu dengan
mengidentifikasi permasalahan dan sebab-akibatnya. Dari tahap analisa ini akan
diperoleh peluang-peluang yang mungkin dan juga arahan. Beberapa hal yang
dilakukan dalam tahap ini antara lain: studi ruang lingkup permasalahan,
analisa masalah dan peluang, analisa proses bisnis, serta penyajian
temuan-temuan dan rekomendasi.
- Analisa kebutuhan: Pada tahap ini
dilakukan analisa kebutuhan dari sistem yang akan dibuat, yang meliputi tujuan
pengembangan sistem dan prioritas-prioritas requirements
sehingga menghasilkan suatu pernyataan business
requirements system.
- Analisa keputusan: pada tahap ini
dilakukan analisa mengenai solusi teknis yang diperkirakan bisa mengatasi
permasalahan sekaligus memenuhi business
requirements. Hal tersebut akan digunakan untuk
merancang dan mengimplementasikan sistem yang memenuhi segala requirements tersebut.
- Perancangan: pada tahap ini dilakukan
perancangan sistem dari segi teknologi. Hasil tahap ini adalah berupa model
data, model proses, dan model antar muka.
- Konstruksi: pada tahap ini akan
dilakukan konstruksi sistem, yang terdiri dari konstruksi basis data dan antar
muka serta uji coba terhadap sistem. Tahap konstruksi menghasilkan aplikasi
yang siap dijalankan dan memenuhi semua kebutuhan yang ingin dicapai.
- Implementasi/operasionalisasi: tahap
ini nantinya akan dijalankan oleh pemakai dari aplikasi yang dikembangkan.
5. RANCANGAN (DESIGN) PENELITIAN
Pada bagian ini akan dijelaskan
mengenai rancangan sistem informasi E-Government. Perancangan yang dibuat
meliputi rancangan arsitektur sistem, format data masukan atau form-form
kependudukan, relasi antar entitas, diagram alur proses dan data sistem, serta
rancangan antar muka pemakai.
Rancangan arsitektur sistem
Departemen Sosial (Depsos) dan BKKBN
diharapkan dapat mengakses system ini terutama basis datanya untuk melakukan
proses pengubahan data. Sedangkan masyarakat dapat melihat informasi
kependudukan dan mendapatkan layanan kependudukan melalui internet. Masyarakat
sebagai pengguna system dapat mengakses system darimana saja yang memiliki
akses internet, baik dari rumah, kantor, ataupun warnet. Instansi lain, seperti
kantor imigrasi, kepolisian, kelurahan, dan lembaga pemerintah lainnya dapat
berfungsi sebagai pengguna system sekaligus bertanggung jawab terhadap layanan
kependudukan yang melibatkan instansinya. Mereka dapat melihat informasi dari
system dan dapat mengakses basis data dari system.
Rancangan format data masukan atau
form-form kependudukan
Format data masukan atau form-form
kependudukan yang disediakan sistem direncanakan mengikuti bentuk form
kependudukan yang terdapat pada tiap instansi. Misalnya form permohonan KTP
pada kelurahan, form permohonan Akte pada kelurahan, form permohonan SIM pada
Kepolisian, form permohonan passport pada kantor imigrasi, dan sebagainya.
Rancangan Entity Relationship
Pembuatan rancangan hubungan antar
entitas (entity relationship) bertujuan untuk
mengetahui keterkaitan entitas data
yang kita gunakan dalam basis data nantinya.
Rancangan alur proses
Pembuatan rancangan alur proses (process modeling) bertujuan untuk mengetahui alur
proses bisnis dalam sistem E-Government yang kita kembangkan.
Rancangan Antar muka
Antar muka dirancang untuk memudahkan
pemakai dalam mempergunakan sistem yang akan dikembangkan sehingga sistem lebih
user friendly. Rancangan antarmuka di sini meliputi:
Ø Antarmuka untuk administrator
Ø Antarmuka untuk pengguna umum
(masyarakat)
Ø Antarmuka untuk bagian administrasi
Rancangan Uji Coba
Proses ujicoba sistem E-Government ini
bisa dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama bisa dilakukan dengan sebuah
simulasi dalam skala kecil untuk melihat sejauh mana efektifitas dan efisiensi
dari sistem yang dikembangkan. Beberapa parameter harus dimasukkan ke dalam
sistem untuk menggambarkan real
world dari sistem. Tahap kedua merupakan uji
coba dalam skala besar yang dilakukan pada lingkungan yang sebenarnya, misalnya
saja dalam sistem E-Government di ujicobakan untuk propinsi tertentu. Sebelum
tahap kedua dilakukan, terlebih dahulu akan dibuatkan paket installer dari
sistem sehingga sekaligus akan diujicobakan paket sistem apakah berjalan dengan
baik atau tidak. Selanjutnya jika tahap kedua ini selesai, diharapkan produk
yang dihasilkan dapat digunakan lebih jauh oleh instansi lainnya, baik instansi
pemerintah atau swasta.
Analisis Hasil Uji Coba
Setelah percobaan selesai dilakukan,
akan dilakukan analisa terhadap hasil ujicoba terhadap sistem yang
dikembangkan. Proses analisa ini meliputi beberapa hal, yang disesuaikan dengan
karakteristik dari sistem informasi. Beberapa hal yang bisa dianalisa antara
lain:
§ Kinerja
§ Scalability
§ Reliability
§
Usability
Kinerja
Kinerja yang dinilai adalah response time yang diterima oleh pemakai. Response time di sini dihitung mulai dari saat
pemakai memasukkan kueri sampai pada saat pemakai menerima dokumen yang
diinginkan dari sistem. Berhubung pengguna system dapat semakin bertambah,
kinerja system perlu diperhatikan untuk menjamin kualitas layanan system
EGovernment.
Security
Security di sini menunjukkan kemampuan sistem
untuk menghadapi serangan-serangan yang tidak dikehendaki, terutama tindakan cracking.
Reliability
Untuk mengetahui reliability dari sistem ini, harus disimulasikan
juga proses failure terhadap beberapa komputer pemakai.
Dalam keadaaan seperti tersebut, akan dianalisa apakah sistem akan mengalami failure juga secara keseluruhan, sebagian saja
atau malah tidak ada pengaruhnya terhadap sistem.
Usability
Untuk mengetahui tingkat usability dari sistem ini, harus dievaluasi
tingkat kemudahan pemakai dalam mengoperasikan sistem. Untuk mencapai hal
tersebut, bisa diberikan kuesioner untuk mengetahui respon dari pemakai
mengenai kemudahan penggunaan terhadap sistem.
6. BIBLIOGRAFI
[AND00] Andri, Yofi, "Analisis berbagai Sistem
Pengindeksan dan Teknik Temu-Kembali Informasi", Tesis Magister, Fakultas Pasca
Sarjana Universitas Indonesia, 2000.
[ANO01] Anonymous, “Connecting Government: Using IT
in the Singapore Civil Service”,
2001
[AIC01] Aichholzer, Georg, “Electronic Government Services
for the Business Sector in Austria”,
Proceeding 12th International Workshop on Database and Expert System Applications, 3-7 September,
2001, Munich, Germany.
[BAP01] Bappenas-Fasilkom UI, “National IT Framework”, 2001
[BOD97] Bodhitama, Ananta D. "Implementasi Local Search Engine
pada Sistem Temu-Kembali Informasi".
Skripsi Sarjana. Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Indonesia, 1997.
[DAR01] Darmawi, Martin, dkk, “E-Government: Sistem Informasi Kependudukan
Daerah Khusus Ibukota Jakarta”, Laporan Student Project, Fasilkom UI Depok, 2001.
[FIS01] Fischman, Lothar, “e-Vienna Living Situation Based
eGovernment and eDemocracy”,
Proceeding 12th International Workshop on Database and Expert System Applications, 3-7
September, 2001, Munich, Germany.
[FOR02] Forman, Mark, “E-Government Strategy :
Simplified Delivery of Services to Citizens”
, Executive Office of The President Office of Management
and Budget, Washington, D.C. 20503, 2002.
[HAS01] Hasibuan, Zainal, A , “Electronic Government For Good
Governance”, Fakultas Ilmu Komputer UI, 2001.
[JAC01] Jackson, Paul and Noah
Curthoys, “E-Government: Development in the
US and UK”, Proceeding 12th International
Workshop on Database and
Expert System Applications, 3-7
September, 2001, Munich, Germany.
[KPU02] Komisi Pemilihan Umum, “Grand Design Sistem Informasi
KPU”, 2002
[MOO00] Moores, Simon, “E-Government in the United
Kingdom”, The Information Society in Europe:
Policies & Best Practises, 2000.
[TAM01] Tambouris, E, etal “Investigation of Electronic
Government”, Archetypon S.A. 236 Sygrou 176-72
Kallithea, Athens, Greece, 2001.
[VIL01] Virili, Francesco, “The Italian e-Government Action
Plan: Gaining Efficinecy to Rethinking Government”, Proceeding 12th International Workshop on Database and Expert System
Applications, 3-7 September,
2001, Munich, Germany.
[WAT01] Watson, Anthony and Vincent
Cordonnier, “Information Tehcnology Improves
Most of the Democratic Voting Processes”,
Proceeding 12th International Workshop on Database and
Expert System Applications, 3-7 September, 2001, Munich, Germany.
[WIM01] Wimmer, Maria and Johanna
Krenner, “An Integrated Online One-Stop Government
Platform: The eGOV Project”,
Proceedings of 9th Interdisciplinary Information
Management Talks, Linz, 2001.
[WIN01] Windy Aryanto, dkk, “Pengembangan
prototipe standardisasi aplikasi egovernment untuk
instansi pemerintah” Student Project, Fasilkom UI,, 2003.
[ZUL02] Zulhemy, dkk, “Sistem Informasi Penduduk dan
Pemilih”, On-going Technical Report, 2002.
REFERENSI :
http://ocw.ui.ac.id/materials/12.01_FASILKOM/IKI80050T
Metodologi_Penelitian/09_-_Contoh_Proposal_Penelitian.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar